OBAT ANTIHISTAMIN
A.PENGERTIAN
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin
(penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe
antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada
tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor
histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua
kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers
atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat
penghambat-asam
1.H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin
dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim.
Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal,
flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat
menghindarkan timbulnya reaksi alergi
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi
kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya
terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
a.Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor)
feniramin, difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin
(periactin), azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin,
ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset).
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis
b.Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin
(Semprex), setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin
(Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan sukar
mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak
bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang lebih
panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek
anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat
sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.
2.H2-blockers (Penghambat asma)
obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang
meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2
di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga
mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak
digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan
pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan
kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator
motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin,
ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan
senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
PENGGUNAAN UMUM:
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis,
urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi
anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk
perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin),
reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “ antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain
bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat
lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP
(sedative),dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan
penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek
antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis (
oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi
yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di samping rhinitis,
pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah
gangguan berikut:
1.Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala
bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya
hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien)
yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa
penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih
baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi
dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2.Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l.
histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari
mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu
diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau
hidrokortison i.v.
3.Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap
meningkatnya permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat
dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan
oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek
sedative dan efek anestesi local.
4.Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan
demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya
pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5.Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya
prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga
berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam
sediaan obat batuk popular.
6.Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya
difenhidramin dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat
spasmolitis.
7.Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang
juga berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin
dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8.Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid.
selain itu, antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi
untuk selesma dan flu.
MACAM
Menurut struktur kimianya antihistaminika dapat dibagi dalam beberapa
kelompok, yang mana sejumlah memiliki rumus dasar sebagai berikut:
R-X-C-C-N=R1 dan R2
Dimana X= atom O,N atau C; R= gugus aromatic dan/atau heterosiklik, R1
dan R2 = gugus metal atau heterosiklik. Dapat dilihat bahwa inti molekul
terdiri atas etilamin, yang juga terdapat dalam molekul histamine.
Adakalanya gugus ini merupakan bagian dari suatu struktur siklik,
seperti umpamanya pada antazolin dan klemastin.
Zat-zat ini berdaya antikolinergik dan sedative agak kuat.
1.DERIVAT ETANOLAMIN (X=O)
a.Difenhidramin : Benadryl
Di samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat, antihistamin ini
juga bersifat spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing).
Berguna sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson, juga digunakan
sebagai obat anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl,
P.D.)
Dosis: oral 4 x sehari 25-50mg, i.v. 10-50mg.
•2-metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.)
Dengan efek antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai
obat tambahan Parkinson dan terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada
terapi dengan neuroleptika.
Dosis: oral 3 x sehari 50mg.
•4-metildifenhidramin (Neo-Benodin®)
Lebih kuat sedikit dari zat induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula.
Dosis: 3 x sehari 20-40mg
•Dimenhidrinat (Dramamine, Searle)
Adalah senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk perjalanan dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg
•Klorfenoksamin (Systral, Astra)
Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain digunakan sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson.
Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%.
•Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil)
Adalah derivat piridil dan klor yang digunakan pada hay fever.
Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll).
b.Kiemastin: Tavegyl (Sandos)
Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent
siklik (pirolidin). Daya antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya
pesat, dalam beberapa menit dan bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain
mengurangi permeabilitas dari kapiler dan efektif guna melawan pruritus
alergis (gatal-gatal).
Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg.
2.DERIVAT ETILENDIAMIN (X=N)
Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative yang lebih ringan.
•Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)
Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput
lender. Maka layak digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada
mata dan hidung (selesma) sebagai preparat kombinasi dengan nafazolin
(Antistin-Privine, Ciba).
Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat).
•Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon)
kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi
alergi (terbakar sinar matahari, sengatan serangga, dan lain-lain).
•Mepirin (Piranisamin)
Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi
dengan feniramin dan fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay
fever.
Dosis: 2-3 x sehari 25mg.
•Klemizol ( Allercur, Schering)
Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi
anti-selesma (Apracur, Schering) atau dalam salep/suppositoria anti
wasir (Scheriproct, Ultraproct, Schering).
3.DERIVAT PROPILAMIN (X=C)
Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat.
a.Feniramin : Avil (Hoechst)
Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka digunakan pula dalam obat-obat batuk.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard; i.v. 1-2 x sehari 50mg; krem 1,25%.
•Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF)
Adalah derivate klor dengan daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat
toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek-efek sampingnya antara lain
sifat sedatifnya ringan. Juga digunakan dalam obat batuk.
Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali lebih kuat daripada
bentuk dl (rasemis)nya: dexklorfeniramin (Polaramin, Schering).
Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl, maleat) atau 3-4 x sehari 2mg (bentuk-d).
•Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck)
Adalah derivate brom yang sama kuatnya dengan klorfenamin, padamana
isomer-dextro juga aktif dan isomer-levo tidak. Juga digunakan sebagai
obat batuk.
Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat).
b.Tripolidin : Pro-Actidil
Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat, mulai
kerjanya pesat dan bertahan lama, sampai 24 jam (sebagai tablet retard).
Dosis: oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.
4.DERIVAT PIPERAZIN
Obat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada umumnya bersifat long-acting, lebih dari 10 jam.
a.Siklizin : Marzine
Mulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan
sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat
ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil pada trimester pertama.
•Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal®)
adalah derivat metilfenii dengan efek lebih panjang, tetapi mulai
kerjanya baru sesudah 1-2 jam. Khusus digunakan sebagai anti-emetik dan
pencegah mabuk jalan.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg.
•Buklizin (longifene, Syntex)
Adalah derivate siklik dari klorsiklizin dengan long-acting dan mungkin
efek antiserotonin. Disamping anti-emetik,juga digunakan sebagai obat
anti pruritus dan untuk menstimulasi nafsu makan.
Dosis: oral 1-2 x sehari 25-50mg.
•Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai)
Berdaya antiserotonin dan dianjurkan pada pruritus yang bersifat alergi.
Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg.
b.Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)
Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga
berdaya vasodilatasi perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek
relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer dan di otak
(betis,kaki-tangan) yang disebabkan oleh penghambatan masuknya ion-Ca
kedalam sel otot polos. Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam,
efek sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat pusing-pusing dan
kuping berdengung (vertigo, tinnitus).
Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg.
•Flunarizin (Sibelium, Jansen)
Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin lemah. Sebagai
antagonis-kalsium daya vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada
vertigo dan sebagai pencegah migran.
5.DERIVAT FENOTIAZIN
Senyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan
antikolinergik yang tidak begitu kuat dan seringkali berdaya sentral
kuat dengan efek neuroleptik.
a.Prometazin: (Phenergan (R.P.))
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi
akibat serangga dan tumbuh-tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah
mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada pusing-pusing (vertigo) dan
sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur, terutama pada
anak-anak.
Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi
hipotensi,hipotermia(suhu badan rendah), dan efek-efek darah
(leucopenia, agranulocytosis)
Dosis: oral 3 x sehari 25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg.
•Tiazinamium (Multergan, R.P.)
Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik kuat, dahulu sering digunakan pada terapi pemeliharaan terhadap asma.
•Oksomemazin (Doxergan, R.P.)
Adalah derivat di-oksi (pada atom-S) dengan kerja dan penggunaan sama dengan prometazin, antara lain dalam obat batuk.
Dosis: oral 2-3 x sehari 10mg.
•Alimemazin (Nedeltran®)
Adalah analog etil denagn efek antiserotonin dan daya neuroleptik cukup
baik. Digunakan sebagai obat untuk menidurkan anak-anak, adakalanya juga
pada psikosis ringan.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
•Fonazin (Dimetiotiazin)
Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin kuat yang dianjurkan pada terapi interval migraine.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
b.Isotipendil: Andantol (Homburg)
Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan.
Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v. 10mg.
•Mequitazin (Mircol, ACP)
Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi heterosiklik yang mulai
kerjanya cepat, efek-efek neurologinya lebih ringan. Digunakan pada hay
fever, urticaria dan reaksi-reaksi alergi lainnya.
Dosis: oral 2 x sehari 5mg.
•Meltidazin (Ticaryl, M.J.)
Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek antiserotonin kuat. Terutama dianjurkan pada urticaria.
Dosis: oral 2 x sehari 8mg.
Sewaktu diketahui bahwa histamine mempengaruhi banyak proses faalan dan
patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek histamine.
Epinefrin merupakan antagonis faalan pertama yang digunakan. Antara
tahun 1937-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dalam terapi,
tetapi efeknya tidak banyak berbeda.
Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan
tripelenamin dalam dosis terapi efektif untuk mengobati udem, eritem dan
pruritus terapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung
akibat histamin. Antihistamin tersebut di atas digolongkan dalam
antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN
AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan
bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan
histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus).
Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi
alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine
saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1
melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya
gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan
lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi
saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek
perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah
insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan
dan waktu reaksi yang lambat.
Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak
atau sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan
pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek
lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat
peradangan labirin atau sebab lain.
Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas
berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan
pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar
yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak
memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada
beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek
yang berarti pada system kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan
sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik
lokalnya.
FARMAKOKINETIK.
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik.
Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah
1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6
jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan
secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2
jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian
dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal,
otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi
AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal.
Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin
dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin
setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang
bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan.
Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan
bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan
tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat
mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau
kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo,
tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia,
euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk
sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan
pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan
berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering,
disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada
tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut
kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering
terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan
foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian
terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat
ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat
memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang
berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan
interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan
kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya
aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.
INTOKSIKASI AKUT AH1
Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat
sebagai obat persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi
karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri.
Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak.
Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang
dominan ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi,
ataksia, inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang
disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang
sukar dikontrol.
Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis,
kemerahan di muka dan sering pula timbul demam. Akhirnya terjadi koma
dalam dengan kolaps kardiorespiratoar yang disusul kematian dalam 2-18
jam. Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa depresi
pada permulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.
PENGOBATAN
Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif karena tidak ada
antidotum spesifik. Depresi SSP oleh AH1 tidak sedalam yang ditimbulkan
oleh barbiturate. Pernapasan biasanya tidak mengalami gangguan yang
berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik.
Bila terjadi gagal napas, maka dilakukan napas buatan, tindakan ini
lebih baik daripada memberikan analeptic yang justru akan mempermudah
timbulnya konvulsi. Bila terjadi konvulsi, maka diberikan thiopental
atau diazepam.
PERHATIAN
Sopir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1
harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk. Juga AH1
sebagai campuran pada resep, harus digunakan dengan hati-hati karena
efek AH1 bersifat aditif dengan alcohol, obat penenang atau hipnotik
sedative.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar