Makalah Islam dan Tantangan Modernitas
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam
dosen pengampu : M.Arif Khoirudin S.Sos.i
Disusun oleh :
Heni Sulasmini
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
FAKULTAS TARBIYAH
2015-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
teologis,
Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah (transenden).
Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata pada manusia dalam memahami
realitas.
Meski
demikian, secara sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, realitas
sosial kemanusiaan. Pada wilayah ini nilai-nilai Islam bertemu dan berdialog
secara intens dengan kenyataan hidup duniawi yang selalu berubah dalam
partikularitas konteksnya.
Dialog
antara universalitas nilai dan partikularitas konteks menjadi penting dan harus
selalu dilakukan agar misi Islam sebagai rahmat semesta alam dapat diwujudkan.
Ketidakmampuan berdialog dapat menjebak agama pada posisi keusangan (kehilangan
relevansi) atau pada posisi lain kehilangan otentitasnya sebagai pedoman hidup.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah tentang Islam dan Tantangan
Modernitas saya batasi dalam makalah ini, adalah:
1.
Bagaimanakah
problematika sosial dalam islam?
2.
Apa
definisi modernisme islam dan latar belakang lahirnya modernisasi dalam islam?
3.
Apa
saja proses yang menyebabkan modernisasi dalam islam?
4.
Bagaimana
dampak modernisasi terhadap perubahan sosial ?
C.
Tujuan
Masalah
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah
untuk mengetahui:
1.
Problematika
sosial yang ada dalam islam.
2.
Pengertian
modenisme islam dan sebab-sebab adanya modernisasi dalam islam.
3.
proses
yang menyebabkan modernisasi dalam perkembangan islam.
4.
akibat
modernisasi terhadap perubahan sosial?
D. Manfaat
Manfaat
dari makalah ini kami uraikan antara lain :
1.
Pembaca
dapat memahami tentang pengertian modernisasi islam itu sendiri.
2.
Agar
pembaca mendapat pengalamam dari pembahasan tersebut, khususnya bagi penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam dan Problematika Sosial
Dari pada sekedar merespon fenomena teologis, agama
sesungguhnya lebih berperan besar dalam mersepon fenomena sosiologis. Artinya,
agama kerap diturunkan melalui seorang hamba Tuhan yang disebut nabi seiring
dengan konteks sosial di mana sang nabi tersebut dirisalahkan. Nabi Muhammad
misalnya, hadir membawa ajaran Islam empat belas abad yang lalu untuk merespon
fenomena kehidupan sosial masyarakat Arab ketika itu yang hidup dalam kondisi “jahiliyah”.
Jika ajaran yang disampaikan nabi Muhammad sampai hari ini disepakati sebagai
ajaran Islam, dan dalam perjalanannya Islam awal hadir untuk merespon
masyarakat jahiliyah Arab sebagai gejala sosial ketika itu, maka
pertanyaan yang mungkin dapat dikedepankan adalah: bagaimana posisi Islam dalam
merespon problematika sosial saat ini?.
Terma problematika sosial sesunggunhya menjadi term
yang dapat dibincangkan dari berbagai aspek: budaya, politik, ekonomi dan
aspek-aspek lainnya. Meski demikian, pembicaraan mengenai problematika sosial
agaknya lebih cendrung diarahkan pada aspek perekonomian masyarakat seperti
masalah kemiskinan yang memiliki integrasi dengan konsep zakat di dalam Islam.
Setidaknya inilah salah satu aspek yang sering disoroti beberapa tokoh ketika
membicarakan Islam dan problematika sosial, sehingga kadang kala kita hampir
melupakan aspek-aspek lain yang juga penting dibincangkan sebagai fenomena
kontemporer.
Kemiskinan sebagai problem sosial pada prinsipnya
telah mendapatkan jawaban yang jelas dalam ajaran Islam dengan konsep zakat,
infak dan sedekah. Namun demikian, jika kita mencoba keluar dari persoalan ini
menuju persoalan lain yang pada dasarnya juga menjadi persoalan yang dapat
disoroti sebagai problematika sosial, seperti mengenai pluralisme misalnya,
pembicaraan akan menuai kontroversi yang cukup akut. Pembicaraan lain yang
masih dirasa hangat, setidaknya di Indonesia, sebagai persoalan yang juga masih
dapat ditafsirkan sebagai problematika sosial adalah soal kebebasan beragama
dan berkeyakinan. Bukankah persoalan-persoalan yang baru disebutkan merupakan
sebuah perwajahan dari problematika sosial yang dihadapi umat Islam (Indonesia)
saat ini?.
Ada sebuah stigma yang terbangun di tengah
masyarakat pada umumnya, bahwa orang-orang muslim memiliki jiwa solidaritas
yang begitu tinggi terhadap saudaranya seiman dan sekeyakinan. Namun orang
orang muslim, agaknya sulit bernegosiasi untuk komunitas yang berada di luar
keyakinannya (non-muslim). Tentu stigma semacam ini tidak dapat digeneralisasi
sebagai argumentasi untuk menyebutkan Islam sebagai demikian adanya. Sebab
dalam faktanya kita masih dapat menemukan Islam yang berwajah ramah di tengah
fenomena Islam yang berwajah “amarah”. Jika ditinjau dari sumber-sumber utama
ajaran Islam sekalipun kita dapat menemukan Islam yang benar-benar menjadi“rahmat
bagi seluruh alam” dari pada sekedar “azab bagi sebagaian alam”. Sehingga wajar
jika seorang tokoh pernah mengatakan: orang-orang dari kalangan non-muslim
kecil kemungkinan untuk dapat masuk/memeluk Islam jika melihat fenomena yang
ditunjukkan umatnya, tapi kebanyakan dari mereka masuk/memeluk Islam karena
mempelajari sumbernya (Al Qur’an).
Diterbitkannya buku kontroversial Fikih Lintas
Agama oleh tim penulis Paramadina beberapa tahun lalu pada dasarnya
merupakan sebuah karya bijak untuk merespon problematika sosial yang dihadapi
umat Islam kontemporer dalam hubungannya dengan komuntas keagamaan lain. Bahwa
fikih klasik yang dirumuskan ulama-ulama terdahulu memang kurang terbuka bagi
komunitas keagamaan lain merupakan fakta yang tidak terbantah, sehingga kita
butuh sebuah tafsir baru atas fikih yang lebih inklusif dan pluralis. Namun
demikian, buku yang kita anggap sebagai karya bijak tersebut ternyata belum
mampu diterima oleh masyarakat Islam secara luas, sehingga pencerahan yang
dapat ditemukan pada buku tersebut tidak memiliki andil untuk mengisi dimensi
Islam di Indonesia. Buku ini dilarang beredar karena dikhawatirkan akan
meracuni pikiran umat, sehingga buku ini hanya dapat ditemukan di kantung
mereka yang berani terbuka untuk wacana-wacana keislaman baru yang lebih segar.
B. Islam dan Modernisasi
1.
Pengertian
modernisme islam
Kata “Modernitas” , “modernisme” Modern enurut KBBI
artinya adalah sikap dan cara
berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah
original atau asli melainkan “diekspor” atau di amabil dari bahasa asing
(modernization), berarti “terbaru” atau “mutakhir”
menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan tetapi, dalam
pengertian yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam
semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia sebagaimana kesimpulan
Rusli Karim, dalam menganalisis pendapat para ahli tentang modernisaisi.
Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, isntitusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat- pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa disebut sebagai semangat (elan) yang diandaikan ada pada menyemangati masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress Dalam perspektif posmodernis., semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan rasio manusia. Sedangkan Fazlur Rahman, sarjana asal Pakistan mendefenisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, tepat disebut sebagai orang yang mewakili sarjana Indonesia mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.
Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, isntitusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat- pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa disebut sebagai semangat (elan) yang diandaikan ada pada menyemangati masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress Dalam perspektif posmodernis., semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan rasio manusia. Sedangkan Fazlur Rahman, sarjana asal Pakistan mendefenisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, tepat disebut sebagai orang yang mewakili sarjana Indonesia mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.
2. Lahirnya Pemikiran Moderen Dalam Islam
Sekurang-kurangnya sejak
abad ke-19 M., pemikiran moderen dalam Islam muncul di kalangan para pemikir
Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan Islam setelah mengalami masa
kemunduran dalam segala bidang sejak jatuhnya kekhilafahan bani Abbasiyah di
Baghdad pada 1258 M. akibat serangan Hulagu yang meluluhlantakan bangunan
peradaban Islam yang pada waktu itu merupakan mercusuar peradaban dunia.
Lahirnya pemikiran moderen
dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi
Imperialisme Barat dan kontak dunia Islam dengan dunia Barat. Sedangkan faktor internal meliputi kemunduran
pemikiran Islam dan bercampurnya unsur non Islam kedalam Islam.
a.
Faktor
Eksternal
1)
Imperialisme Barat
Imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi akibat
disintegrasi atau perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam yang terjadi
jauh sebelum kehancuran peradaban Islam pada pertengahan abad ke-13 M., yaitu
ketika munculnya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan
pusat pada masa kekhilafahan bani Abbasiyah.
Setelah runtuhnya bangunan peradaban Islam,
perpecahan yang terjadi di tubuh umat Islam bertambah parah dengan maraknya
pemberontakan-pemberontakan terhadap pemerintahan pusat Islam yang
mengakibatkan pudarnya kekuatan politik Islam dan lepasnya daerah-daerah yang
sebelumnya menjadi bagian dari kekuasaan Islam.
Karena lemahnya politik Islam disertai dengan
motivasi pencarian daerah baru sebagai pasar bagi perdagangan di dunia Timur yang
sebagian besar penduduknya adalah umat Islam, Barat, sejak abad ke-16 M.
menduduki daerah-daerah yang disinggahinya untuk dijadikan daerah penjajahan.
Spanyol akhirnya menjajah Filipina, Belanda menjajah Indonesia selama ratusan
tahun hingga memasuki abad 20 M. Inggris menjajah India, Malaysia dan sebagian
negara-negara di Afrika dan Perancis menjajah banyak negeri di Afrika.
Karena imperialisme inilah, lahir para pemikir
Islam yang berusaha membangunkan umat Islam dan mengajak mereka untuk bangkit
menentang penjajahan, seperti Jamaluddin Al Afghani dengan ide Pan Islamismenya
di India dan Khairuddin Pasya at-Tunisi dengan konsep negaranya di Tunisia.
2)
Kontak dengan modernisme di Barat
Sejak abad 16 M. Barat
mengalami suatu babak sejarahnya yang baru, yaitu masa moderen dengan lahirnya
para pemikir moderen yang menyuarakan kemajuan ilmu pengetahuan dan berhasil
menumbangkan kekuasaan gereja (agama). Karena keberhasilannya inilah dicapai
peradaban Barat yang hingga kini masih mendominasi dunia.
Sementara itu, dunia Islam
yang pada waktu itu sedang berada dalam kemundurannya, karena interaksinya
dengan modernisme di Barat mulai menyadari pentingnya kemajuan dan mengilhami
mereka untuk memikirkan bagaimana kembali memajukan Islam sebagaimana yang telah
mereka capai di masa sebelumnya sehingga lahirlah para pemikir Islam seperti At
Thahthawi dan Muhammad Abduh di Mesir, Muhammad Ali Pasya di Turki, Khairuddin
At Tunisi di Tunisia dan Sayyid Ahmad Khan di India.
b. Faktor Internal
1) Kemunduran
Pemikiran Islam
Kemunduran pemikiran Islam
terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena pertikaian yang terjadi antara
sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah dengan pembatasan madzhab fikih pada
imam yang empat saja, yaitu madzhab Maliki, madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi dan
madzhab Hambali. Sementara itu, bidang teologi didominasi oleh pemikiran
Asy’ariah dan bidang tasawwuf didominasi oleh pemikiran imam Al-Ghazali.
Penutupan pintu ijtihad ini
telah menimbulkan efek negatif yang sangat besar di mana umat Islam tak lagi
memiliki etos keilmuan yang tinggi dan akal tidak diberdayakan dengan maksimal
sehingga yang dihasilkan oleh umat Islam hanya sekadar pengulangan-pengulangan
tulisan yang telah ada sebelumnya tanpa inovasi-inovasi yang diperlukan sesuai
dengan kemajuan jaman.
Berkenaan dengan kemunduran
pemikiran Islam ini, para pemikir Islam di jaman moderen dengan ide-ide
pembaharuannya, menyuarakan pentingnya dibuka kembali pintu ijtihad.
2)
Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur
di luarnya.
Selain kemunduran pemikiran
Islam, yang menjadi latar belakang lahirnya pemikiran moderen dalam Islam
adalah bercampurnya agama Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Pada masa sebelum abad
ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal agamanya dengan baik sehingga
banyak unsur di luar Islam dianggap sebagai agama. Maka tercampurlah agama Islam dengan unsur-unsur
asing yang terwujud dalam bid’ah, khurafat dan takhayul.
Abduh yang
dilanjutkan dengan muridnya Muhammad Rasyid Ridha dan KH. Ahmad Dahlan di Indonesia
adalah para pemikir pembaharuan Islam yang penuh perhatian terhadap
pemberantasan takhayul, bid’ah dan khurafat di kalangan umat Islam.
Satu hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah
bahwa faktor eksternal adalah yang paling utama, sedangkan faktor internal,
telah ada sebelum masa moderen Islam yang telah lebih dahulu melatarbelakangi
lahirnya pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam, karena pemikiran moderen
dalam Islam tidak lain adalah kelanjutan pemikiran pembaharuan yang telah ada
sebelumnya atau pemikiran pembaharuan pada masa klasik.
C.
Penyebab
modernisasi dalam perkembangan islam
1. Gerakan Fundamentalisme
Istilah
fundamentalisme muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika
Serikat. Isilah ini pada dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan
Protestan yang secara khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan
bahwa al-Kitab harus diterima dan ditafsirkan secara harfiah ( William
Montgomery W., 1997: 3 ).
Di kamus
besar bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat yang
memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament”
yang berarti dasar, asas, alas, fondasi, ( Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1990:245 ). Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang
berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar.
Istilah
fundamentalisme pada mulanya juga digunakan untuk menyebut penganut Katholik
yang menolak modernitas dan mempertahankan ajaran ortodoksi agamanya, saat ini
juga digunakan oleh penganut agama-agama lainnya yang memiliki kemiripan,
sehingga ada juga fundamentalisme Islam, Hindu, dan juga Buddha.
Sejalan
dengan itu, pada perkembangan selanjutnya penggunaan istilah fundamentalisme
menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan
terorisme dalam mewujudkan atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang
disebut kaum fundamentalis sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan
cenderung melakukan tindakan kekerasan jika perlu.
Berbagai
pendapat dari para cendekiawan bermunculan terkait dengan istilah
fundamentalisme, salah satunya pendapat M. Said al-Ashmawi. Beliau berpendapat
bahwa fundamentalisme sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif, sejauh
gerakan itu bersifat tasional dan spiritual, dalam arti memahami ajaran agama
berdasarkan semangat dan konteksnya, sebagaimana ditunjukkan oleh
fundamentalisme spiritualis rasionalis yang dibedakan dengan fundamentalisme
aktifis politis yang memperjuangkan Islam sebagai entitas politik dan tidak
menekankan pembaharuan pemikiran agama yang autentik ( M. Said al Asymawi,
2004:120 ).
a.
Lahirnya Gerakan
Islam Fundamentalis
Secara
historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di kalangan
tradisi Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak dijumpai
istilah atau tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di barat.
Pelacakan
historis gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa dirujukkan kepada
gerakan Khawarij, sedangkan representasi gerakan fundamentalisme kontemporer
bisa dialamatkan kepada gerakan Wahabi Arab Saudi dan Revolusi Islam Iran (
Azyumardi Azra, 1996:107 ).
Secara
makro, faktor yang melatarbelakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah
situasi politik baik tingkat domestik maupun di tingkat internasional. Ini
dapat dibuktikan dengan munculnya gerakan fundamentalis pada masa akhir
khalifah Ali bin Abi Thalib, di mana situasi dan kondisi sosial politik tidak
kondusif. Pada masa khalifah Ali, perang saudara berkecamuk hebat antara
kelompok Ali dan Muawiyah karena masalah pembunuhan Utsman.
Dalam
keadaan runyam, Khawarij yang awalnya masuk golongan Ali membelot dan muncul
secara independen ke permukaan sejarah klasik Islam. Dengan latar belakang
kekecewaan mendalam atas roman ganas dua kelompok yang berseteru, mereka
berpendapat bahwa Ali dan Muawiyah kafir dan halal darahnya. Kemudian Ali
mereka bunuh, sedangkan Muawiyah masih tetap hidup.
(as-Syahrustani,t.t.:131-137)
Begitu
juga dengan gerakan muslim fundamentalis Indonesia, lebih banyak dipengaruhi
oleh instabilitas sosial politik. Pada akhir pemerintahan Soeharto, Indonesia
mengalami krisis multidimensi yang cukup akut. Bidang ekonomi, sosial, politik,
dan moral semuanya parah. Sehingga masyarakat resah dan kepercayaan kepada
pemerintah dan sistemnya menghilang. Hal ini dirasakan pula oleh golongan
muslim fundamentalis. Setelah reformasi, kebebasan kelompok terbuka lebar dan
mereka keluar dari persembunyian. Mendirikan kubu-kubu dan mengkampanyekan
penerapan syariat sebagai solusi krisis. Dari latar belakang ini, tidak heran
jika banyak tudingan yang mengatakan bahwa gerakan fundamentalisme Islam
merupakan bagian dari politisasi Islam.
b.
Empat Mazhab Besar
Fundamentalisme Islam di Indonesia
Di
Indonesia terdapat banyak kelompok atau mazhab yang menganut fundamentalisme.
Berikut ini adalah empat mazhab besar fundamentalisme Islam.
1) Mazhab Ikhwanul
Muslimin
Ikhwanul
Muslimin ini menganut ideologi Abduh dan Rasyid Ridha tapi dalam versi yang
lebih ekstrim. Penganut mazhab Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih soft
adalah Muhammadiyah. Maka dari itu mereka agak dekat dengan Muhammadiyah. Dan
para mantan DI/TII rata-rata masuk Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran
ini bermetamorfosis menjadi PKS, KAMMI, dan sejenisnya dan menjadi kelompok
fundamentalis terkuat di Indonesia.
Kalau
merunut sejarahnya, organisasi ini merupakan salah satu sempalan Negara Islam
Indonesia (NII). NII merupakan kelanjutan DI/TII yang kelahirannya di-backing-i
Ali Moertopo c.s. Organisasi ini terlihat cukup soft misal jarang melakukan
kekerasan fisik, tapi mereka melakukan kekerasan dalam wacana. Dari segi
penampilan untuk pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara
perempuannya berjubah dan berjilbab model lebar dan panjang.
Politik
mereka cukup mahir, tapi sebagaimana kelompok radikal lainnya mereka sangat
eksklusif dan menjadikan politik identitas seperti penampilan, baju maupun
bahasa yang dicampur dengan kosakata bahasa Arab sebagai identitas untuk
membedakan dan memisahkan mereka dengan ”yang lain”. Walaupun terlihat
kurang begitu menakutkan tapi sebagaimana kelompok radikal lain mereka sangat
tidak mampu bertoleransi. Maka dari itu, di jangka panjang mereka akan sangat
berbahaya jauh berbahaya dari “preman” macam Front Pembela Islam (FPI). Basis
utama mereka adalah Bogor sehingga IPB bisa dikatakan menjadi kampus yang
dikuasai mereka.
2)
Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka
ini cukup rasis, nyaris semua pucuk pimpinannya selalu orang Arab/ keturunan
Arab yang didukung oleh sejumlah dalil mengenai keutamaan Arab. Laskar Jihad
dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah bagian dari mereka, juga teroris
bom Bali, Abu Bakar Ba’asyir, Ja’far Umar Thalib, Abdullah Sungkar dan
lain-lain adalah orang Arab. Kelompok inilah yang paling radikal.
Kekhususan
mereka adalah mereka golongan Arab masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti
jalur al-Irsyad. Mereka memliki dua golongan besar berdasar mazhab ulama
acuannya, yaitu kelompok Saudi dan kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan
berbahaya, kelompok ini sebenarnya cukup lemah karena mereka terlalu radikal
sehingga suka berkelahi sendiri. Misal, tradisi mubahallah atau saling melaknat
atas nama Allah seringkali dijadikan solusi bagi mereka untuk menyelesaikan
perbedaan pendapat/ paham. Dan kebiasaan inilah yang seringkali memicu mereka terpecah
jadi fraksi-fraksi kecil. Basis utama mereka di daerah Solo dimana mereka
mendirikan banyak pesantren di sana.
3) Mazhab Hizbut
Tahrir
Mazhab
Hizbut Tahrir ini merupakan kelompok underground. Mereka menginginkan
khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih
condong soft
dengan dasar pemikiran adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila
tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan sendirinya. Kelompok kami tidak
punya data cukup memadai tentang kelompok ini dan jalurnya dengan organisasi di
Indonesia.
4) Mazhab Habib
Habib,
Sayyed, Syarif adalah julukan/ gelar bagi Klan Keturunan Nabi. Mereka sangat
rasis, misal perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non Sayyid
jika tidak maka mereka akan dibunuh. Kelompok formal tertua golongan ini
adalah Jamiat Kheir. FPI merupakan bagian dari golongan ini. Doktrin utama
kelompok-kelompok ini sama, yaitu klaim kebenaran tunggal. Secara mazhab mereka
sebenarnya lebih dekat dengan paham khawarij, paham ekstrim Islam yang pertama
kali muncul dalam sejarah, walaupun mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
Contoh
paling mudah adalah dengan melihat wacana fiqh mereka. Dalam kitab-kitab fiqh
standart kaum Aswaja, semua pendapat mereka akan dianggap sebagai pendapat
pribadi, misal ”berdasar pendapat ulama mazhab syafi’i”, atau ”berdasar
pendapat Imam Hanafi dst”, sedangkan di kalangan kelompok ekstrim ini dari yang
paling soft
sampai paling ekstrim memiliki kecondongan mengklaim pendapatnya sebagai
pendapat Islam , atau kehendak Allah dst. Klaim fiqh mereka selalu
didahului kata-kata ”menurut Islam ….”, ”berdasarkan ajaran Islam…” dst, dan
kelompok mazhab yang gemar menggunakan klaim seperti ini adalah golongan Khawarij.
Ini mungkin tidak terlalu bermasalah bila dilihat sekilas tapi klaim seperti
inilah yang paling berpengaruh untuk membawa seseorang menjadi ekstrim.
Kesamaan
lain adalah mereka condong menganjurkan bahkan mewajibkan perkawinan ”dalam”
bagi anggotanya. Alasannya biasanya tidak sefikrah untuk menolak perkawinan
luar kelompok. Semakin radikal semakin ketat mereka mengatur nikah ini.
Pernikahan anggotanya melalui perjodohan yang diatur imam kecil mereka yang
diistilahkan murrabi, mursyid, syaikh, dll.
Di tanah
air terdapat beberapa contoh gerakan yang dikategorikan sebagai fundamentalis.
Diantaranya adalah Jamaah Darul Arqam, Jamaah Tabligh, Jamaah Tarbiah,
Front Pembela Islam, Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah, serta Laskar
Jihad.
c.
Karakteristik Islam
Fundamentalis
Dari sekelumit paparan deskriptif historis
kemunculan fundamentalisme Islam, dapat dinyatakan bahwa memang ada beberapa
karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan kepada kaum fundamentalis.
Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah skriptualisme, yaitu keyakinan
harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa
kesalahan. Dengan keyakinan itu, dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan
bahwa suatu agama tertentu dipegang secara kokoh dalam bentuk literal dan bulat
tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi, dan pengurangan (Azyumardi Azra,
1993: 18-19).
Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya
terdapat karakteristik gerakan Islam fundamentalis, diantaranya :
1)
mereka cenderung melakukan interpretasi literal
terhadap teks-teks suci agama dan menolak pemahaman kontekstual atas teks agama
karena pemahaman seperti itu dianggap mereduksi kesucian agama.
Kaum
fundamentalis mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran
hanya ada di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran
hanya ada pada pemahaman mereka terhadap apa yang dianggap sebagai
prinsip-prinsip agama. Mereka tidak memberi ruang kepada pemahaman dan
penafsiran selain mereka. Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.
2)
mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi
kaum fundamentalis, pluralism merupakan produk yang keliru dari pemahaman
terhadap teks suci. Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan
kaum fndamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama
muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi
juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali
agama.
3)
mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama.
Kaum fundamentalis cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling
benar sehingga memandang sesat aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Di
dalam khasanah Islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa,
sehingga dikenal banyak mazhab. 4 mahzab terbesar di Indonesia adalah Ikhwanul
Muslimin, Salafi atau Wahabi, Hizbut Tahrir, dan Habib.
Sikap keagamaan yang seperti ini berpotensi
untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih atas nama agama, atas nama membela
Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan tindakan kekerasan, pengrusakan, penganiayaan,
dan bahkan sampai pembunuhan.
4)
setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu
dapat dihubungkan dengan fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan
militanisme. Kaum fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang
sering bersifat radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi
agama.
2. Modernisasi
Modernisasi merupakan suatu proses
perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang
telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19.
Sistem sosial yang baru ini kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya
serta juga ke negara-negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.
3.
Globalisasi
Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia). Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia). Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
Globalisasi
memiliki banyak definisi, salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Lodge
(1991), mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan
masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan
dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik,
teknologi maupun lingkungan. Dengan pengertian ini globalisasi dikatakan bahwa
masyarakat dunia hidup dalam era dimana kehidupan mereka sangat ditentukan oleh
proses-proses global.
Berikut
ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di
dunia.
a.
Perubahan
dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon
genggam, televisi, satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global
terjadi sedemikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita merasakan banyak hal
dari budaya yang berbeda.
b.
Pasar
dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh
perusahan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade
Organization (WTO).
c.
Peningkatan
interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, fim,
musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini kita dapat
mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang
melintasi beranekaragam budaya, misalnya dalam bidang fashion dan makanan.
d.
Meningkatknya
masalah besama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional dan
lain-lain.
Dampak dampak modernisasi dan globalisasi
antara lain sebagai berikut:
a. Positif
a. Positif
Dampak positif dari modernisasi dan
globalisasi antara lain sebagai berikut.
1) Memudahkan untuk mendapatkan barang yang
berkualitas bagus dengan harga yang paling murah.
2) Tersedianya lapangan pekerjaan bagi tenaga
profesional.
3) Perkembangan teknologi untuk kesejahteraan
masyarakat dunia.
4) Komunikasi tanpa dibatasi jarak dan waktu sehingga
dapat memperlancar perdagangan internasional.
5) Terbukanya peluang bisnis dan kemudahan di bidang
pendidikan, politik, pertahanan dan keamanan.
6) Pembangunan yang lebih terencana dan berorientasi
pada kebutuhan hidup warga dunia.
7) Penanaman modal asing memicu pertumbuhan ekonomi
negara berkembang.
8) Terjadinya migrasi yang tinggi dalam suatu negara
maupun dari negara yang satu ke negara yang lain.
9) Bercampurnya berbagai kebudayaan dari berbagai
daerah dan negara.
b.
Negatif
Dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
Dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
1) Bergesernya nilai-nilai dan sikap seseorang karena
pengaruh negatif dari teknologi komputerisasi, media massa, dan alat
komunikasi.
2) Tumbuhnya mental frustasi, minder, stres dan
tertekan karena tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi.
3) Posisi tawar yang selalu kalah bagi negara
berkembang yang dikalahkan oleh negara maju membuat negara berkembang semakin
terpuruk dan tidak dapat berkompetisi dengan negara maju.
4) Orientasi hidup hanya pada nilai ekonomi
menyebabkan bergesernya nilai-nilai kemanusiaan, keharmonisan hidup dengan
lingkungan dan kehangatan persahabatan.
5) Hilangnya budaya asli daerah tertentu akibat tidak
dipatenkan.
6) Makin merajalelalnya kaum kapitalis atau pemilik
modal yang dengan leluasa menanamkan modalnya di segala penjuru dunia.
7) Kemajuan teknologi yang dimanfaatkan untuk merusak
dunia menjadi ketakutan semua pihak.
4. Industrialisasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas “Industrialisasi”
adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana
masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam
(spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi
adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya
dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana manusia
mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas
(tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi
acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan
politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber
daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya
manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.Negara
pertama yang melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi
industri pada abad ke 18. Pada akhir abad ke 20, Negara di Asia Timur telah menjadi bagian dunia yang paling banyak melakukan
industrialisasi.
Dampak
Sosial dan Lingkunga
a.
Urbanisasi
Terpusatnya tenaga kerja pada pabrik – pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut berkembang menjadi
kota besar.
b.
Eksploitasi
tenaga kerja
Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja dimana industri
itu berada.
c.
Perubahan
pada struktur keluarga
Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi
dimana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah. Setelah
industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya terdiri
dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak). Keluarga dan anak – anak yang
memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat dimana
pekerjaan itu berada.
d.
Lingkungan
hidup
Industrialisasi
menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi
udara, air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara
industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga
patogen (mikroorganisme penyebab penyakit).
5.
Urbanisasi
Ensiklopedi Nasional Indonesia (2004) menyatakan bahwa Urbanisasi
adalah,suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan. Selain itudalam ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai
suatu proses pengkotaan suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan
dalam dua pengertian.
Pengertian urbanisasi ini pun berbeda – beda, sesuai dengan interpretasi
setiap orang yang berbeda-beda. Dari suatu makalah Ceramah Umum di UNIJA, yang
dibawakan oleh Ir. Triatno Yudo Harjoko pengertian urbanisasi diartikan sebagai
suatu proses perubahan masyarakat dan kawasan dalam suatu wilayah yang
non-urban menjadi urban. Secara spasial, hal ini dikatakan sebagai suatu proses
diferensiasi dan spesialisasi pemanfaatan ruang dimana lokasi tertentu menerima
bagian pemukim dan fasilitas yang tidak proporsional.
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda – beda tergantung sudut
pandang yang di ambil. Jika dilihat dari segi Lingkungan, urbanisasi ialah
sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan
unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan
adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan
wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki
Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi.
Sedangkan faktor daya tarik (Attractive Factors) terjadinya
urbanisasi antara lain:
a.
Penduduk
desa beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan
b.
Penghasilan
lebih tinggi
c.
Banyak
kesempatan di kota untuk mengembankan usaha kerjainan rumah menjadi industri
d.
Saranan
pendidikan lebih tersedia
e.
Tingkat
kebudayaan dikota lebih tinggi dan adaptif
f.
Kontrol
sosial masyarakat dikota lebih akomodatif
g.
Masalah
Urbanisasi
Beberapa permasalahan yang timbul akibat dari urbanisasi antara lain
adalah sebagai berikut:
a.
Aspek
Lingkungan
Terbatasnya tempat tinggal mengakibatkan munculnya banyak
rumah kumuh tidak layak huni yang membuat tata letak kota menjadi berantakan
dan tidak tertata dengan baik. Apalagi banyak pendatang ini yang kemudian
mendirikan gubuk-gubuk liar di pinggiran sungai dan rel kereta api yang
merupakan daerah hijau yang tidak boleh ditempati. Para pendatang tentunya akan
menghadapi tantangan atau hambatan untuk hidup di kota. Mereka akan bersaing
dengan masyarakat kota, dan tentu juga dengan sesama pendatang.
Permasalahan lain yang timbul dalam aspek lingkungan antara
lain adalah tidak semua kota memiliki kesiapan untuk mengelola tata ruang dan
kebijakan publik yang tepat untuk mengatasi permasalahan urbanisasi, sehingga
tata kota terlihat berantakan, dan polusi udara juga semakin memperburuk
suasana kota
b.
Aspek
Ekonomi
Gaya
hidup masyarakat perkotaan yang individualis, diakibatkan oleh persaingan yang
ketat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya membuat mereka tidak peduli dengan
sesamanya. Kemudian pertumbuhan jumlah penduduk yang signifikan akibat
urbanisasi menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Terbatasnya
lapangan pekerjaan dan tingginya persaingan di kota besar menyebabkan
bertambahnya jumlah pengangguran. Tidak adanya keahlian dan sedikitnya kaum
pendatang yang memiliki modal yang cukup untuk membuka usaha di kota
mengakibatkan meningkatnya tindakan kriminalitas. Persaingan yang tinggi,
dengan kemampuan sumberdaya yang terbatas mengakibatkan kesulitan dalam
mendapat perkerjaan, sehingga banyak kaum urban yang menganggur / tidak
berkerja.
6.
Sekularisme
Istilah sekular berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki
dua konotasi yaitu waktu dan tempat. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat
dinisbahkan kepada dunia. Jadi saeculum/ sekuler berarti sebuah pola pikir yang
hanya terbatas memikirkan saat ini dan tempat ini sehingga mereka tidak peduli
lagi tentang apa yang terjadi di masa lalu dan apa yang terjadi di masa yang
akan datang. Dengan kata lain pemikiran sekular ini adalah pemikiran yang
mempercayai hari akhirat tetapi ia adalah manusia yang mengambil sikap acuh tak
acuh terhadap kehidupan akhiratnya di masa mendatang. Adapun sekularisasi
dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau
penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada
kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama.
Sekularisme lebih condong kepada proses peralihan fungsi–fungsi dan
sifat–sifat keagamaan kearah fungsi–fungsi dan sifat –sifat yang tak bernilai
atau yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Pengertian yang lain
menyebutkan sekularisme adalah penduniawian sesuatu yang pada mulanya bersifat
atau bernilai keagamaan. Sedangkan kata sekularisasi banyak diartikan sebagai
proses menuju ke secular dan sekularisme. sedangkan sekularisme banyak
diartikan sebagai idiologi yang dihasilkan dari proses sekularisasi.
Bila kita melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul disebabkan
pengongkongan gereja dan tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan
sains. Pihak gereja Eropah telah menghukum ahli sains seperti Copernicus,
Gradano, Galileo dll yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan
dengan ajaran gereja. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak
gereja yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai
pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang
boleh membeli surat pengampunan dengan nilai wang yang tinggi dan mendapat
jaminan syurga walaupun berbuat kejahatan di dunia.
Disamping itu, Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang menentang
pihak agama dan gereja yang bermula dengan pimpinan Martin Luther, Roussieu dan
Spinoza. Akhirnya tahun 1789M, Perancis menjadi negara pertama yang bangun
dengan sistem politik tanpa intervensi agama. Revolusi ini terus berkembang
sehingga di negara-negara Eropa, muncul ribuan pemikir dan saintis yang berani
mengutarakan teori yang menentang agama dan berunsurkan rasional. Seperti
muncul paham Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme, Ateismenya dengan idea
Nietche yang menganggap Tuhan telah mati dan manusia bebas dalam
mengeksploitasi. Akibatnya, agama dipinggirkan dan menjadi bidang yang sangat
kecil, terpisah daripada urusan politik, sosial dan sains. Bagi mereka yang
melakukan penolakan terhadap sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains dan
teknologi yang pesat dengan munculnya zaman Renaissance yaitu pertumbuhan
perindustrian dan teknologi pesat di benua Eropa.
Dalam perjalanannya, Paham ini terus menular dan mulai memasuki dunia
Islam pada awal kurun ke 20. Turki merupakan negara pertama yang mengamalkan
paham ini di bawah pimpinan Kamal Artartuk. Seterusnya paham ini menelusuri
negara Islam yang lain seperti di Mesir melalui polisi Napoleon, Algeria,
Tunisia dan lain-lain yang terikat dengan pemerintahan Perancis. Dan,
Indonesia, Malaysia masing-masing dibawa oleh Belanda dan Inggeris. Ini dapat kita
lihat dengan munculnya dualisme yaitu agama satu sisi dan yang bersifat
keduniaan satu sisi. Seperti pengajian yang berasaskan agama tidak boleh
bercampur dengan pengajian yang berasaskan sains dan keduniaan.
Disamping itu, sejarah yang paling kental tentang munculnya sekularisme
adalah disebabkan dari bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa
kepada agama kristen saat itu (abad 15). Di mana kristen beberapa abad lamanya
menenggelamkan dunia barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai the dark
age. Padahal pada saat yang sama peradaban Islam saat itu sedang berada di
puncak kejayaannya.
Akibat karena kita mengikuti pola barat dengan memasukkan pola sekuler
dalam tubuhnya, maka kaum muslimin ibaratkan seseorang yang ikut-ikutan meneguk
obat padahal ia sesungguhnya tidak sakit sedikit pun. Sehingga keberadaan Islam
kian hari semakin rancu, dan semakin diperparah oleh gerakan sekularisasi di
negeri-negeri muslim. Padahal hakikatnya Islam sudah sempurna ia tidaklah
pantas di samakan dengan kristen, maupun agama lainnya, Islam adalah agama yang
tidak perlu di modifikasi dan sebagainya.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Problematia sosial yang
terjadi pada peradaban masyarakat islam di zaman sekarang dapat ditinjau dari
berbagai aspek, diantaranya ekonomi budaya, sosial dan politik. Yang pada
dasarnya masyarakat islam di zaman sekarang sangat mengutamakan solidaritasnya yang
seiman dan sekeyakinan. Sehingga muncul banyak permasalahan dan menjadikan
islam menjadi terpecah belah. Hukum hukum islam yangdi buat dan di bukukan oleh
ulama ulama terdahulu pun dianggap sudah tidak sesuai dengan islam di zaman
sekarang yang sudah mengalami banyak proses perubahan.
Modernisasi islam adalah upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk
mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung. Latar
belakang lahirnya modernisasi islam di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diantaranya imperalisme barat
dan kontak dengan modernisasi barat, sedangkan faktor internal diantaranya
mundurnya pemikiran islam dan tercampurnya ajran islam dengan unsur unsur lain.
Proses yang menyebabkan
modernisasi islam antara lain di pengaruhi oleh, Gerakan Fundamentalisme,
modernisasi, globalisasi, industrialisasi, urbanisasi, dan sekularisasi.
Dampak modernisasi
terhadap perubahan sosial dibagi menjadi dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positif modernisasi adalah mudah nya penyebaran agama islam melalui
berbagai media yang canggih melalui internet, tv, radio, majalah dsb . Dampak
negatif dari modernisasi adalah terjadinya perpecahan antar umat islam karena
berbedaan teologi politik dsb, tidak berlakunya hukum hukum syariat islam
karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, munculnya
pemikiran pemikiran baru yang menghalalkan segara cara yang mengatas namakan
islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Amin, Studi
Agama: Normativitas dan Historisitas, Yogyakarta: Pustaka Pelalajar. 1996.
Azra, Azyumardi, Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung:
Mizan, 1995.
Kuntowijoyo, Paradigma
Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1998.
Madjid, Nurcholis, Islam
Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta: Paramadina, 1992.
Nasution, Harun, Pembaharuan
Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar